KORUPSI DALAM PERSPEKTIF AGAMA BUDDHA
Oleh : Agung
Riyanto
Pendahuluan
Korupsi merupakan permasalahan global yang harus menjadi
keprihatinan semua orang. Praktik korupsi biasanya sejajar dengan konsep
pemerintahan totaliter, diktator yang meletakkan kekuasaan di tangan
segelintir orang. Namun, tidak berarti dalam sistem sosial-politik yang
demokratis tidak ada korupsi, bahkan bisa lebih parah praktek korupsinya.
Korupsi selalu menyebabkan situasi sosial-ekonomi tak pasti (uncertenly).
Ketidak pastian ini tidak menguntungkan bagi pertumbuhan ekonomi dan peluang
bisnis yang sehat. Selalu terjadi asimetris informasi dalam kegiatan ekonomi
dan bisnis.
Korupsi merupakan permasalah mendesak yang harus diatasi,
agar tercapai pertumbuhan dan geliat ekonomi yang sehat. Berbagai catatan
tentang korupsi yang setiap hari diberitakan oleh media massa baik cetak maupun
elektronik, tergambar adanya peningkatan dan pengembangan model-model korupsi.
Dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan
Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme, pasal 1
menjelaskan bahwa tindak pidana korupsi sebagaimana maksud dalam ketentuan
peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang tindak pidana korupsi. Jadi
perundang-undangan Republik Indonesia mendefenisikan korupsi sebagai salah satu
tindak pidana. Peraturan perundang-undang yang merupakan bagian dari politik
hukum yang dibuat oleh pemerintah, menjadi meaning less, apabila tidak
dibarengi dengan kesungguhan untuk manifestasi dari peraturan
perundang-undangan yang ada. Politik hukum tidak cukup, apabila tidak ada
recovery terhadap para eksekutor atau para pelaku hukum. Konstelasi seperti ini
mempertegas alasan dari politik hukum yang dirancang oleh pemerintah tidak
lebih hanya sekedar memenuhi meanstream yang sedang terjadi.
Dalam kehidupan demokrasi di
Indonesia, praktek korupsi makin mudah ditemukan diberbagai bidang kehidupan.
Pertama, karena melemahnya nilai-nilai sosial, kepentingan pribadi menjadi
pilihan lebih utama dibandingkan kepentingan umum. Biro pelayanan publik justru
digunakan oleh pejabat publik untuk mengejar ambisi politik pribadi,
semata-mata demi promosi jabatan dan kenaikan pangkat. Sementara kualitas dan
kuantitas pelayanan publik, bukan prioritas dan orientasi yang utama. Bagaimana
korupsi dalam perspektif agama Buddha ? dan apa yang menyebabkan seseorang
korupsi dalam agama Buddha.
Pembahasan
Korupsi
Pengertian Korupsi (bahasa Latin: corruptio dari kata
kerja corrumpere yang bermakna busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalik,
menyogok).
Menurut
Prof. Subekti, korupsi adalah suatu tindak perdana yang memperkaya diri yang
secara langsung merugikan negara atau perekonomian negara .
Dalam arti yang luas, korupsi atau korupsi politis adalah
penyalahgunaan jabatan resmi untuk keuntungan pribadi. Semua bentuk
pemerintahan rentan korupsi dalam prakteknya. Beratnya korupsi berbeda-beda,
dari yang paling ringan dalam bentuk penggunaan pengaruh dan dukungan untuk
memberi dan menerima pertolongan, sampai dengan korupsi berat yang diresmikan,
dan sebagainya. Titik ujung korupsi adalah kleptokrasi, yang arti harafiahnya
pemerintahan oleh para pencuri, di mana pura-pura bertindak jujur pun tidak ada
sama sekali.
Dari sudut pandang hukum, tindak pidana korupsi secara garis
besar mencakup unsur-unsur sebagai berikut:
- perbuatan melawan hukum;
- penyalahgunaan
kewenangan, kesempatan, atau sarana;
- memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi;
- merugikan keuangan negara atau perekonomian negara;
Selain
itu terdapat beberapa jenis tindak pidana korupsi yang lain, diantaranya:
• penyuapan
Penyuapan dapat didefinisikan sebagai
perbuatan atau tindakan dari satu pihak yang memberikan keuntungan kepada pihak
lain agar tujuannya tercapai.
• penggelapan
Penggelapan dapat berarti mencuri atau
mengambil sumber daya publik secara ilegal yang dilakukan oleh personel yang
ditugasi dan diberi wewenang untuk mengendalikan sumber daya tersebut.
Pandangan Agama Buddha Terhadap
Korupsi
Agama merupakan salah satu hal yang sangat berhubungan erat
dengan kasus korupsi, karena agama merupakan dasar dari segala kepercayaan dan
keyakinan tiap individu. Dalam semua ajaran agama, tidak ada yang mengajarkan
umatnya untuk berlaku atau melakukan tindakan korupsi. Namun pada kenyataannya,
praktek korupsi sudah menjadi kegiatan yang tidak asing, dan secara sadar atau
tidak, terjadi dalam berbagai aspek kehidupan, terutama kehidupan sehari-hari.
Menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia (KBBI), korupsi adalah penyelewengan atau penyalahgunaan uang
Negara (perusahaan, dsb) untuk keuntungan pribadi atau orang lain. Jadi
pembahasan topik korupsi didasari dengan definisi menurut KBBI. Dalam agama
Buddha dasar seseorang melakukan korupsi adalah keserakahan (lobha) dan berakar
pada kebodohan-batin (moha). Jika seseorang memiliki pandangan yang benar,
niscaya ia tidak akan bertindak bodoh. Ia akan menyadari bahwa segala sesuatu
itu, baik itu materi maupun non-materi adalah tidak kekal atau selalu
berubah-ubah (anicca). Walaupun bersumber pada diri sendiri, lingkungan juga
mempunyai andil yang sangat besar dalam pembentukan karakteristik seorang
manusia. Lingkungan yang buruk banyaknya korupsi akan menarik jatuh seseorang
ke jurang kejahatan jikalau ia tidak memiliki kebijaksanaan (panna atau
prajna). Lingkungan buruk yang dimaksudkan di sini terutama ditekankan pada
pergaulan dengan teman-teman yang kurang baik dalam hal ini korupsi yang
mungkin saja bisa memengaruhi seseorang menjadi buruk juga, walaupun pada
akhirnya kembali kepada dirinya sendiri.
Salah satu Aturan-moralitas
Buddhis (sila) dalam Lima Aturan moralitas Buddhis (pancasila) yang perlu
dihindari oleh umat Buddha adalah menahan diri dari mengambil barang-barang
yang tidak diberikan pemiliknya. Mengambil barang-barang yang tidak diberikan
pemiliknya termasuk antara lain: mencuri, merampok, atau pun korupsi. Korupsi
bisa dikatakan melanggar Aturan-moralitas Buddhis (sila) ke dua Lima Aturan-moralitas
Buddhis (pancasila), dikarenakan memenuhi syarat-syarat pelanggaran sila ke-2,
adanya subjek (pelaku), keinginan mencuri, objek (Negara, perusahaan,
masyarakat, dsb) dan kejadian nyata perpindahan kepemilikan (hasil yang
diambil).
Korupsi termasuk
melanggar Aturan-moralitas Buddhis (sila) ke duamengambil barang yang tidak
diberikan pemiliknya dan akan mengkondisikan seseorang melanggar
Aturan-moralitas Buddhis (sila) ke-4 buddhis (menahan diri dari ucapan yang
tidak benar atau berbohong) dikarenakan ketika seseorang melakukan korupsi, ia
telah ‘mencuri’ dan akan mengondisikannya berbohong untuk menyembunyikan perbuatannya.
Jadi korupsi bisa membuat seseorang melanggar Aturan-moralitas Buddhis (sila)
ke-2 dan Aturan-moralitas Buddhis (sila) ke-4 dari Lima Aturan-moralitas
Buddhis (panca-sila). Sehingga menurut Buddhisme, korupsi merupakan sesuatu
yang sebaiknya tidak dilakukan karena telah melanggar Aturan-moralitas Buddhis
(sila) .
Sang Buddha menjelaskan
dalam Majjhima Nikaya 117, bahwa mata pencaharian akan menjadi tidak benar
ketika mata pencahariannya dimanfaatkan untuk:
- Menipu(kuhana),
- Membual(lapana),
- Memeras(nemittakata),
- Menggelapkan
(nippesikata),
- Merampok
agar mendapat hasil yang banyak (labha).
Di dalam sutta (ucapan
Sang Buddha) tersebut Sang Buddha menjelaskan bahwasanya cara-cara kita dalam
mencari kekayaan tidak boleh seperti itu. Korupsi bisa dikatakan telah memenuhi
kelima hal tersebut di atas, sehingga perbuatan yang dilakukannya tersebut bisa
jadi akan mencemarkan profesi yang ditekuninya dan mungkin berakibat
ketidakpercayaan orang-orang terhadap profesi tersebut.
Penutup
Dari pembahasan tentang korupsi diatas kami dapat mengambil
kesimpulan bahwa korupsi merupakan perilaku yang buruk
yang tidak legal dan tidak wajar untuk memperkaya diri dan mengesampingkan
kepentingan umum. Serta dalam pandangan agama Buddha korupsi tidak diperbolehkan
karena korupsi berlandaskan dari keserakahan (lobha) dan berakar pada
kebodohan-batin (moha). Jika seseorang memiliki pandangan yang benar, niscaya
ia tidak akan bertindak bodoh. Ia akan menyadari bahwa segala sesuatu itu, baik
itu materi maupun non-materi adalah tidak kekal atau selalu berubah-ubah
(anicca). Dalam Agama Buddha korupsi juga
termasuk melanggar Aturan-moralitas Buddhis (sila) ke dua yaitu
mengambil barang yang tidak diberikan pemiliknya dan akan mengkondisikan
seseorang melanggar Aturan moralitas Buddhis (sila) ke-4 buddhis (menahan diri
dari ucapan yang tidak benar atau berbohong)
Karena ketika seseorang
melakukan korupsi, ia telah ‘mencuri’ dan akan mengondisikannya berbohong untuk
menyembunyikan perbuatannya. Jadi korupsi bisa membuat seseorang melanggar
Aturan moralitas Buddhis (sila) ke-2 dan Aturan-moralitas Buddhis (sila) ke-4
dari Lima Aturan-moralitas Buddhis (panca-sila). Sehingga menurut Buddhisme,
korupsi merupakan sesuatu yang sebaiknya tidak dilakukan karena telah melanggar
Aturan moralitas Buddhis (sila) .
Daftar
Pustaka
http://definisipengertian.com/2011/pengertian-korupsi/
(20:08, 18 November 2014)
Kitab Suci Agama Buddha. Majjhima Nikaya. Syair 117
Muzadi,
H,1978.Strategi Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi.Bandung:Sinar Baru
http://definisipengertian.com/2011/pengertian-korupsi/
(20:08, 18 November 2014)
Muzadi, H,Strategi Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi,(Bandung,Sinar Baru:1978). hal 2